Home » » Demokrasi Telah Melunturkan Semangat Jiwa Pembukaan UUD 1945

Demokrasi Telah Melunturkan Semangat Jiwa Pembukaan UUD 1945

Written By __CunG__ on Sunday, 17 June 2012 | 14:02


Apakah istilah demokrasi ini sudah tepat di implementasikan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia? dalam pembukaan UUD’45 alenia ke-empat menyatakan bahwa negara republik indonesia berkedaulatan rakyat yang berdasarkan kepada pancasila. dimana dalam pancasila sila ke-empat menyatakan bahwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah (ilmu) kebijaksanaan dalam permusyawaratan (bangsa) / perwakilan (negara).

Indonesia menggunakan sistem demokrasi yang pertama kali sejak tahun 1955, dengan menggunakan UUDS’50 sebagai landasan konstitusionalnya. hal itu ditandai dengan pelaksanaan proses pemilihan umum untuk yang pertama kalinya diindonesia, pemilu ini bertujuan untuk membentuk dewan konstituante. dewan ini kemudian bertugas merumuskan kembali undang-undang dasar, untuk dijadikan sebagai landasan konstitusi negara yang baru menggantikan UUD’45. namun mengalami kegagalan, mengapa demikian?

Istilah demokrasi ini berasal dari bahasa yunani, yakni demokratia yang berarti “kekuasaan rakyat”. yang terbentuk dari kata demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan), merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 M dan abad ke4 SM di negara kota yunani khususnya athena. istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada ditangan orang banyak (rakyat).
Benarkah kekuasaan itu berada di tangan rakyat?

Mungkin saya selaku penulis akan menjelaskannya secara mendasar berdasar sesuai dengan sejarahnya, tidak ada maksud negative hanya ingin mendalami panggilan kesejarahan terhadap berdirinya Negara Kesatuan ini yang berbentuk Republik sesuai dengan cita-cita kemerdekaan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dimana ada beberapa kalimat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat tersebutkan kalimat yang pada akhirnya kita sebagai rakyat Indonesia mengenal nya akrab dengan sebutan Pancasila dan kita yakini bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara kita.

Pancasila dalam sila ke-empat dengan tegas dan jelas menyatakan bahwa rakyat indonesia dipimpin oleh orang-orang yang senantiasa menggali ilmu kebijaksanaan dalam sebuah proses permusyawaratan untuk mencapai kemufakatan (perwakilan), yakni orang-orang terbaik yang terpilih untuk bertugas dinegara (eksekutif, legislatif, yudikatif). dimana mereka bermusyawarah? dalam UUD’45 sebelum amandemen pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa “kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya (100%) oleh majelis permusyawaratan rakyat, maknanya bahwa MPR adalah lembaga yang menegakkan kedaulatan rakyat. sehingga MPR menjadi sebuah wadah formal, yakni, tempat berkumpulnya orang-orang yang berilmu dan bijaksana untuk merumuskan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar dari pada Haluan Negara. sebagai koridor yang harus dikerjakan oleh negara dalam periode tertentu. maknanya kekuasaan itu berada ditangan para pemimpin yang berilmu dan bijaksana, yakni mereka para putra terbaik bangsa. sangat jelas  sekali! lalu bagaimana bila kekuasaan berada ditangan rakyat?

Namun, selama sejarah perjalanan bangsa indonesia telah terjadi pemahaman yang salah. terutama mengenai kedaulatan rakyat. berbagai macam pandangan mengenai makna kedaulatan rakyat yang berkembang dimasyarakat, seperti kekuasaan rakyat yang mengandung makna pemilihan umum secara langsung (hak suara). bentuk pemahaman yang salah mengenai paradigma demokrasi tanpa akal yang dilakukan melalui proses pamilihan yang dilakukan secara berulang-ulang hingga membangun budaya dan adat istiadat baru telah membangun sebuah keyakinan yang menyesatkan seluruh rakyat indonesia dari sabang sampai merauke. dimana dalam sebuah proses pemilihan umum, kedaulatan seluruh rakyat indonesia  diukur hanya dengan mencontreng / mencoblos gambar partai, foto caleg, foto capres. serendah itukah makna sebuah kedaulatan rakyat yang berdasar kepada pancasila?

Bila kita analogikan, sebetulnya demokrasi sangat tidak tepat digunakan oleh bangsa indonesia. mengapa demikian? karena bangsa indonesia adalah bangsa yang beradab. nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan nilai-nilai luhur bangsa indonesia yang digali berdasarkan perjalanan sejarah panjang bangsa indonesia. yakni nilai-nilai luhur bangsa indonesia yang memaknakan bahwa bangsa indonesia adalah bangsa yang bertuhan, berprikemanusiaan yang adil dan beradab melalui persatuan indonesia, rakyat yang dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang berilmu dan bijaksana, yakni mereka putra terbaik bangsa yang bertugas untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, melalui negara sebagai lembaga perwakilan.

Dampak yang ditimbulkan oleh sistem pemilihan umum yang digunakan oleh bangsa indonesia sejak tahun 1955, yang katanya pemilu yang paling demokratis. tanpa disadari perlahan tapi pasti telah membangun budaya politik diindonesia, yakni budaya politik yang melahirkan pemimpin bermental jongos dan penjilat dalam bentuk koruptor, kolusi dan nepotisme. sehingga negara sebagai sebuah simbol tatanan moral yang menjadi panutan melalui sosok keteladanan  bagi rakyat yang dipimpinnya, mengalami kebobrokan moral yang sangat akut. kebobrokan moral ini kemudian membangun tatanan etika yang rusak dilingkungan bangsa indonesia, tatanan etika yang rusak ini berubah menjadi adat istiadat dan budaya yang baru saat ini, itulah faktanya. dan nilai-nilai luhur pancasila pun habis tergerus tanpa sisa. mengapa bisa terjadi demikian?

Katakanlah (Wahai Muhammad): “Wahai Tuhan Yang mempunyai Kuasa pemerintahan !  Engkaulah Yang memberi Kuasa pemerintahan kepada sesiapa Yang Engkau kehendaki, dan Engkaulah Yang mencabut Kuasa pemerintahan dari sesiapa Yang Engkau kehendaki. Engkaulah juga Yang memuliakan sesiapa Yang Engkau kehendaki, dan Engkaulah Yang menghina sesiapa Yang Engkau kehendaki. Dalam kekuasaan Engkaulah sahaja adanya segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu. (Q.S Ali Imran Ayat 26).
Sehingga makna dari kedaulatan rakyat yang sesungguhnya adalah sebuah kehendak untuk mengangkat harkat dan martabat hidup rakyat indonesia. arti Kedaulatan Rakyat secara bahasa yakni, Kedaulatan berasal dari kata daulat yang berarti memposisikan, sehingga Kedaulatan Rakyat mengandung makna memposisikan rakyat (kepemimpinan) di dalam membangun aturan-aturan dasar yang di gunakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai bentuk terangkatnya harkat dan martabat hidup rakyat Indonesia. mengapa demikian? karena Allah SWT sesungguhnya akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu dan bertaqwa beberapa derajat.

Semenjak Indonesia memasuki masa demokrasi dan reformasi yang dimulai pada tahun 1998, telah banyak perubahan yang terjadi dalam dunia politik di tanah air. Terjadi perubahan sistem yang mendasar mencakup amandemen UUD 1945, struktur politik dan perundangan-undangan. Melalui mekanisme demokrasi,  perubahan dilakukan secara bertahap dan terukur pada berbagai aspek kehidupan politik.

Keberadaan MPR sebagai Lembaga Pelaksana Kedaulatan Rakyat pun tergantikan, karena pasca amandemen UUD 1945 pada tahun 2002 kemarin, Kedaulatan rakyat sepenuhnya di atur oleh Undang-Undang dan hal ini merupakan pemahaman yang keliru atau sebuah kebijakan politik yang sesat pikir karena kedaulatan rakyat di gantungkan dan di atur secara otomatis menjadi hak pembuat Undang-Undang, lagi-lagi penguasa dalam hal ini memegang peranan yang sangat dominan dalam menentukan nasib bangsa dan Negara.

Saat ini, demokrasi di Indonesia masih pada tahapan “Broadening Democracy” yaitu masa euforia di mana setiap orang merasa bebas berbuat dan mengatakan apa saja setelah bebas dari masa rezim Orde Baru. Tahapan ini sungguh tidaklah sehat. Terlihat dari tumpang-tindih dan tidak terkoordinasinya berbagai macam kepentingan dalam public policy yang dihasilkan. Hal itu disebabkan oleh semua pihak merasa boleh berbuat apa saja tanpa memperhatikan hak-hak dari pihak lain yang seringkali berbenturan dengan hak mereka.

Sistem politik demokrasi sekalipun, jika tidak mampu menghasilkan public policy yang unggul maka hal itu akan sia-sia. Selama masa reformasi, Indonesia belum mampu menghasilkan dan mengelola public policy; yang baru dihasilkan adalah hanya beberapa peraturan dan perundangan. Padahal public policy adalah tugas pertama dan utama dari lembaga negara terutama eksekutif dan legislatif. Hal itu membuat biaya demokrasi di Indonesia terasa sangat mahal harganya. Bukan hanya ketidakmampuan lembaga negara untuk mengelolanya, namun juga makin menyebarnya korupsi pada “kerajaan-kerajaan kecil” yang lahir dari kebijakan otonomi daerah.

Sudah saatnya Indonesia masuk kepada tahapan “deepening democracy” di mana memperdalam kualitas dari demokrasi itu adalah tujuan utamanya karena sesungguhnya Demokrasi bukanlah hal yang harus di prioritaskan, Analogi sederhananya Demokrasi adalah seperti halnya sebuah pakaian sebagai pembukus atau kemasannya saja tapi sesungguhnya Kedaulatan Rakyat lah yang menjadi Tubuh Telanjang Badan ataupun isi dari apa yang ada di dalam kemasan (Menjadi Percuma Pakaian kita bagus, Rapi dan bahkan mahal tapi Tubuh Telanjang badannya penuh dengan luka dan bahkan mungkin cacat).

Demokrasi di Indonesia meluas secara kuantitas politik namun bukan kualitasnya. Sistem multipartai yang muncul pasca Orde Baru - dan juga pemekaran wilayah dan otonomi daerah membuat APBN semakin menggelembung untuk membiayai para elite politik di daerah. Padahal anggaran tersebut seharusnya bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat; mengentaskan kemiskinan dan pengangguran. Dalam waktu 5 tahun, Indonesia yang mempunyai 33 provinsi dan semuanya akan mengadakan Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada secara langsung yang berarti setiap 4 hari sekali ada dilangsungkan Pilkada di Indonesia. Sungguh hal yang tak diperkirakan sebelumnya sebagai efek dari kehidupan demokrasi politik pasca Orde Baru.

Seseorang yang mencalonkan diri menjadi bupati atau wali kota membelanjakan dana antara Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar. Untuk gubernur, percalon diperkirakan membelanjakan dana antara Rp 10 miliar hingga Rp 30 miliar. Di sebuah kabupaten kecil di Sumut, seorang calon membelanjakan Rp 15 miliar untuk menang, padahal Pendapatan Asli Daerah atau PAD dari daerah tersebut hanya Rp 5 miliar. Bagaimana membayangkan kepala daerah yang fokus kepada pembangunan jika ia harus terlebih dahulu mengembalikan investasi - semacam return on investment (ROI) - sebelum memikirkan rakyatnya. Terlihat bahwa demokrasi dan reformasi saja tidak cukup. Demokrasi sendiri tidaklah menyelesaikan masalah nasional kita. Demokrasi tidak secara otomatis menyelesaikan suatu permasalahan.

Yang lebih menarik lagi adalah Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin politisi yang kini menjadi tersangka kasus korupsi yakni di duga merampok sejumlah proyek APBN yang nilainya mencapai 6,037 triliun, atau bahkan begitu juga kasus Anggelina Sondakh Public Figure yang juga menjadi anggota DPR RI dari Partai Demokrat yang kini menjadi tersangka dalam kasus korupsi mendiknas. Kasus itu seolah menyadarkan publik, bahwa demokrasi liberal pasca Orde Baru ternyata tak menyurutkan aksi perampokan anggaran negara.

Perampokan itu dinilai terjadi karena biaya demokrasi liberal yang semakin mahal dari satu periode ke periode lain. Partai politik, sebagai satu tonggak demokrasi, justru menjadi ‘biang keladi’ perampokan pundi-pundi pendapatan dan belanja negara. Kenyataan miris yang harus di alami Indonesia.

Kebenaran fakta sejarah perjalanan sejarah perjuangan bangsa indonesia, telah membuktikan bahwa bangsa indonesia yang lahir pada saat momentum sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928 dengan komitmen untuk mengangkat harkat dan martabat hidup rakyat indonesia melalui proses musyawarah/perwakilan, menetapkan pancasila sebagai dasar indonesia merdeka indonesia dalam sidang BPUPKI melalui proses musyawarah/perwakilan, memproklamasikan kemerdekaan bangsa indonesia pada tanggal 17 agustus 1945 melalui proses musyawarah/perwakilan, kemudian membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 18 agustus 1945 sebagai amanat penderitaan rakyat yang tertuang dalam dalam pembukaan UUD’45 melalui proses musyawarah/perwakilan.

Spirit pemuda pemudi Indonesia kemudian dikonsolidasikan menuju Kongres Pemuda I hingga lahirlah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Meskipun hanya persatuan yang menjadi utama dalam seluruh naskah Sumpah Pemuda (tanpa kesetaraan dan keadilan), tetapi tetap dihargai sebagai dasar kebangkitan Indonesia menuju proklamasi Republik Indonesia, 17 Agustus 1945. Lahar ideologi Kebangkitan Nasional kemudian dikongkritkan dalam Pancasila, selanjutnya teknisnya disusun founding fathers dalam Undang-Undang Dasar 1945. Indonesia Merdeka.

Sehingga berdasarkan fakta kebenaran sejarah tersebut,sesungguhnya secara filosofi Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki konstruksi bangsanya lahir terlebih dahulu, merdeka, membentuk negaranya kemudian. mengandung makna filosofi bangsa indonesia yang terlahir dan merdeka terlebih dulu ini berfungsi sebagai pondasi yang sangat menentukan kokoh atau tidak nya bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai sebuah bangunan. yakni sebuah pemahaman yang unik tentang NKRI. dimana bangsa indonesia sebagai pondasi merupakan tatanan etika (permusyawaratan) dan negara sebagai bangunan merupakan tatanan moralnya (parwakilan), yakni bentuk keteladanan seorang pemimpin (putra terbaik bangsa) kepada rakyatnya. yang dijelaskan dalam UUD’45 pasal 1 ayat 1 yakni negara indonesia adalah negara kesatuan (kebangsaan) yang berbentuk republik (negara perwakilan) dan  terangkatnya harkat dan martabat hidup rakyat indonesia (ukuran keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia) adalah suatu bentuk keniscayaan bagi bangsa indonesia.

Berdasarkan uraian singkat diatas, apakah masih relevan bila bangsa indonesia dikatakan sebagai bangsa yang demokratis? dengan menggunakan sistem pemilihan umum secara langsung yang dijadikan sebagai ukuran yang menjamin tegaknya kedaulatan rakyat yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia sebagai bentuk dari terangkatnya harkat dan martabat hidup rakyat indonesia. cita-cita luhur bangsa indonesia terlahir, merdeka dan membentuk negara, yakni hakikat kemerdekaaan 100%. ataukah memang benar bahwa realita kehidupan bernegara hari ini, jelas-jelas telah makar atau melakukan pengkhianatan terhadap pembukaan UUD’45 sebagai amanat penderitaan rakyat dan tujuan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menjadi penting untuk di garis bawahi adalah bahwa Demokrasi yang relevan terhadap Situasi Kehidupan Berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Demokrasi yang bertujuan dan berorientasi kepada Kedaulatan Rakyat, karena hal itu lah yang sebenarnya menjadi amanat dari Pembukaan UUD 1945.

Jangan Biarkan Sejarah hanya menjadi Interprestasi Penguasa, karena itu kita sebagai Generasi wajib meluruskannya. Dan Berdasarkan hal itu maka penulis beranggapan sekiranya menjadi wajar apabila:

BANGSA INDONESIA MENGGUGAT NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

1. Negara wajib mengakui kebenaran fakta sejarah  bahwa tanggal 28 oktober 1928 adalah hari lahirnya bangsa indonesia, yang tertulis sangat jelas dalam isi teks sumpah pemuda.
2. Negara wajib mengakui kebenaran fakta sejarah bahwa tanggal 1 juni 1945 adalah hari ditetapkanya pancasila sebagai dasar indonesia merdeka, sebagai landasan filosofis yang menjadi sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan, sumber tehnik, sumber manajemen yang berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Negara wajib mengakui kebenaran fakta sejarah bahwa tanggal 17 agustus 1945 adalah hari proklamasi kemerdekaan bangsa indonesia, bukan sebagai hari ulang tahun terbentuknya negara (HUT RI). berdasarkan isi teks proklamasi serta fakta sejarah bahwa pada saat itu negara belum dibentuk.
4. Negara wajib mengakui kebenaran fakta sejarah bahwa tanggal 18 agustus 1945 adalah hari dibentuknya negara kesatuan republik indonesia sebagai amanat dari penderitaan rakyat. berdasarkan isi teks pembukaan UUD’45.
5. Negara wajib mengedepankan Kedaulatan Rakyat sebagai wujud konsistensi terhadap semangat Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila sebagai Dasar Negara.
Mudah-mudahan ini menjadi koreksi yang membangun untuk kita semua sebagai Generasi Penerus Bangsa yang seharusnya mampu meluruskan semua sehingga Bangsa ini menjadi Bangsa yang Besar dan akhirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dapat menjadi Negara kuat yang mampu menjadi mercusuar dunia. Seperti pesan Founding Father kita yang sekaligus sang Proklamator bahwa “ Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah” ( JAS MERAH). Saya Selaku Penulis hanya ingin menjelaskan bahwa apa yang saya tulis hanya bagian kecil dari panggilan kesejarahan saya sebagai anak bangsa. (PRAS_A)

Sumber : 
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. _..::IrFaN.MP::.._ - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger