Home » » Rakyat Babak Belur, Siapa Yang Untung dan Siapa Yang Babak Belur

Rakyat Babak Belur, Siapa Yang Untung dan Siapa Yang Babak Belur

Written By __CunG__ on Thursday 18 July 2013 | 12:09

REZIM PRO ASING,KHIANATI MANDAT RAKYAT


Keinginan Pemerintah untuk mencabut subsidi BBM sebenarnya sudah terdengar sejak lama, namun keinginan itu baru bersambut saat Anggota DPR kita pada Senin 17 Juni 2013 kemarin dengan hasil voting juga menyetujui rencana pemerintah itu. Yang sebenarnya sidang ketika itu adalah sebuah sandiwara politik belaka, karena sesungguhnya pemerintah bisa saja kapanpun menaikkan harga BBM tanpa melalui persetujuan dari DPR terlebih dahulu. Penulis melihat ini hanyalah bagian dari sandiwara politik, dan teknik lobi pemerintah saja agar mendapatkan tambahan anggaran untuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Karena kalau beracuan pada UU APBN 2013 yang di sahkan DPR bahwa pemerintah bisa menyesuaikan harga BBM tanpa persetujuan DPR.
Pemerintah beralasan kenaikan harga BBM dengan mencabut subsidi BBM harus segera di lakukan mengingat subsidi terus bertambah sehingga membebani APBN. Dengan kenaikan 2000 untuk premium dan 1000 untuk bahan bakar jenis Solar, pemerintah berharap bisa menghemat pengeluaran negara sebesar 21 trilyun.
Tidak cukup itu saja pemerintah juga beralasan bahwa subsidi BBM selama ini tidaklah tepat sasaran, seharusnya menurut penilaian pemerintah subsidi di arahkan kepada kalangan bawah. Namun pemerintah menilai subsidi ini justru di nikmati oleh orang kaya yakni masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor.
Apakah alasan ini benar pada kenyataannya? Atau hanya sebuah argumentasi pembenaran untuk mendukung keinginan dan ambisi pemerintah belaka?
Tapi saya selaku penulis punya anggapan berbeda, karena BBM adalah hak rakyat untuk menggunakannya. Rakyat Indonesia tidaklah di bagi-bagi atau terbagi-bagi antara rakyat yang kaya ataupun yang miskin karena kedua-duanya tetap rakyat Indonesia. Pemerintah terlalu kerdil apabila menggunakan argumentasi tersebut karena tugas pemerintah adalah mewujudkan masyarakat sejahtera. Jadi jangan membeda-bedakan mana si miskin dan si kaya karena keduanya merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah agar mereka dapat hidup sejahtera keduanya.

Pemahaman terhadap subsidi nampaknya harus di maknai ulang oleh pemerintah dan anggota DPR, karena ketika subsidi itu masuk ke hajat hidup orang banyak, maka subsidi tidak membedakan atau mendiskriminasikan orang. Maka subsidi energi tidak patut membeda-bedakan orang kaya dan orang miskin.
Kemudian sesuai bunyi pasal 33 UUD 1945 yaitu bumi,air, dan seisinya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jadi BBM itu merupakan hak rakyat. Jangan di anggap sebagai biaya dan beban negara.
Alasan Pemerintah menaikkan harga BBM penuh dengan kebohongan dan akal-akalan bahkan cenderung menghianati rakyat. Kebijakan menaikkan BBM tidak lain adalah untuk mensukseskan liberarisasi sektor hilir (sektor niaga dan distribusi) setelah liberalisasi sektor hulu (eksploitasi dan ekplorasi) sempurna dilakukan. Kebijakan ini sarat kepentingan asing, bahkan ada beberapa pendapat bahwa kebijakan ini adalah tuntutan asing dan pemerintahan SBY telah di rongrong oleh Asing untuk segera menepati janjinya. Karena niat kebijakan ini lahir merupakan amanat dari Letter of Interns (Lol) International Monetary Fund (IMF), karena IMF mewajibkan Indonesia menghapuskan subsidi BBM.
Liberalisasi migas sudah terjadi sejak orde baru yang ditandai dengan masuknya investor asing dalam mengekplorasi migas di Indonesia. Namun mereka belum leluasa sepenuhnya, hanya boleh masuk di sebagian sektor hulu, dan BUMN Pertamina masih ditetapkan sebagai pemain tunggal yang berhak mengelola hulu dan hilir migas di Indonesia. Agar asing bisa menguasai semuanya, sektor migas, hulu maupun hilir harus diliberalisasi. Melalui IMF, USAID, Bank Dunia, ADB dan lainnya, dengan kolaborasi para komprador di negeri ini, mereka berhasil meliberalisasi migas dengan lahirnya UU Migas No. 22 tahun 2001.
Liberalisasi migas itu sepenuhnya adalah perintah asing yang dipaksakan oleh IMF melalui Letter of Intent (LoI). Di dalam Memorandum of Economic and Financial Policies (LoI IMF, Jan. 2000) disebutkan: “pada sektor migas, Pemerintah berkomitmen: mengganti UU yang ada dengan kerangka yang lebih modern, melakukan restrukturisasi dan reformasi di tubuh Pertamina, menjamin bahwa kebijakan fiskal dan berbagai regulasi untuk eksplorasi dan produksi tetap kompetitif secara internasional, membiarkan harga domestik mencerminkan harga internasional”.
Liberalisasi migas itu menjadi syarat (perintah) pemberian utang oleh Bank Dunia. Dokumen Indonesia Country Assistance Strategy (World Bank, 2001) menyebutkan, “Utang-utang untuk reformasi kebijakan merekomendasikan (baca memerintahkan) sejumlah langkah seperti privatisasi dan pengurangan subsidi yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi belanja publik, belanja subsidi khususnya pada BBM cenderung regresif dan merugikan orang miskin ketika subsidi tersebut jatuh ke tangan orang kaya.”
Hasilnya, UU Migas No. 22 th. 2001 disahkan, liberalisasi migas berjalan. Pasal 9 UU itu menyamakan posisi Pertamina sebagai BUMN dengan swasta termasuk asing. Pasal 10 melarang badan usaha (termasuk BUMN Pertamina) melakukan kegiatan usaha di sektor hulu dan hilir sekaligus. Pasal 13, satu badan usaha termasuk BUMN Pertamina, hanya diberi satu wilayah kerja, untuk setiap wilayah kerja harus dibentuk badan hukum terpisah.
Inilah UU yang sangat aneh. BUMN diharuskan bersaing dengan perusahaan swasta bahkan asing untuk mendapat tender mengelola migas milik negara sendiri. UU ini melarang Pertamina, artinya negara melarang dirinya sendiri untuk mengeksplorasi dan sekaligus menjual migas di negaranya sendiri; mengharuskan negara mengelola migas melalui bukan badan usaha, padahal di negara manapun negara mengelola migasnya melalui BUMN; mengharuskan BUMN Pertamina di pecah-pecah alias dikerdilkan oleh negara sendiri, dan keanehan lainnya.
Akibatnya, asing bebas menguasai migas. Data Dirjen Migas (2010), Pertamina dan mitra hanya menguasai 16% dari produksi migas, sisanya dikuasai asing. Bagian pemerintah yang dulu sesuai Production Sharing Contract (PSC) lama (1971) bagi hasil pemerintah:kontraktor setelahcost recovery dan pajak sebesar 85:15, justru menurun menjadi 63:37 sesuai peraturan PSC yang berlaku pasca UU No. 22/2001 (lihat: Oil & Gas Indonesia: Investment and Taxation Guide, PWC. 2010). Semua itu menghilangkan kedaulatan migas dan memberi jalan kepada asing.
Dengan di lepasnya harga BBM sesuai dengan harga pasar Internasional nantinya akan berimplikasi kepada akan banyaknya perusahaan asing yang ikutan jualan BBM eceran dengan membuka SPBU. Langkah ini melengkapi kebijakan sebelumnya yakni pembukaan selebar-lebarnya perusahaan minyak asing untuk bermain di sektor hulu migas. Yang tujuannya sangat jelas bahwa asing ingin mengeruk keuntungan yang besar dari komoditas migas Indonesia. Bayangkan saja mereka telah berhasil mengeksploitasi dan mengeksplorasi migas Indonesia dengan leluasa dan kemudian menjualnya pula di Indonesia, tapi dengan harga Internasional. Siapa yang untung dan Siapa yang Buntung?
Selamat menyimpulkan, selamat membeli BBM dengan harga baru. BBM tanpa subsidi. Selamat menawar di Pasar harga sayur mayur, telor, daging dan semuanya. Dan selamat menikmati pembagian BLSM kepada kalian rakyat Indonesia yang mendapatkan jatahnya.
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. _..::IrFaN.MP::.._ - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger